Sejarah Sepiring Ketupat

D A
D A
4 Min Read
Sumber Foto: pergikuliner.com

BisikBisik.id – LEBARAN belum lengkap tanpa makan ketupat. Saat lebaran tiba, ketupat seolah menjadi menu wajib yang mesti tersedia di meja makan. Sepiring ketupat yang disantap bersama opor atau lauk lainnya menjadi hidangan “wajib” saat hari raya Lebaran tiba. Rupanya ketupat sudah ada semenjak zaman dahulu.Namun bagaimana asal-asul sejarah ketupat? Sejak kapan masyarakat Indonesia mengonsumsi ketupat?

Ketupat sudah lama dikenal di sejumlah daerah di Indonesia. Ini terlihat dari sejumlah makanan khas yang menggunakan ketupat sebagai pelengkap hidangan. Ada kupat tahu (Sunda), kupat glabet (kota Tegal), coto Makassar, ketupat sayur (Padang), laksa (kota Cibinong), doclang (kota Cirebon), juga gado-gado dan sate ayam. Tapi tetap saja, tanpa ketupat di hari lebaran, terasa kurang afdol.

Menurut H.J. de Graaf dalam Malay Annal, ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin Raden Patah awal abad ke-15. De Graaf menduga kulit ketupat yang terbuat dari janur berfungsi untuk menunjukkan identitas budaya pesisiran yang ditumbuhi banyak pohon kelapa. Warna kuning pada janur dimaknai oleh de Graff sebagai upaya masyarakat pesisir Jawa untuk membedakan warna hijau dari Timur Tengah dan merah dari Asia Timur.

Raden Mas Sahid, anggota Walisongo yang sohor dengan panggilan Sunan Kalijaga, lalu memperkenalkan dan memasukkan ketupat, simbol yang sebelumnya sudah dikenal masyarakat, dalam perayaan lebaran ketupat, perayaan yang dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal atau sepekan setelah hari raya Idul Fitri dan enam hari berpuasa Syawal.

Sementara Fadly Rahman, sejarawan Universitas Padjadjaran Bandung, mengatakan bahwa menurut cerita rakyat, ketupat berasal dari masa hidup Sunan Kalijaga, tepatnya pada masa syiar Islamnya pada abad ke-15 hingga ke-16.

Ketupat disebut sebagai kupat oleh masyarakat Jawa dan Sunda. Kupat memiliki arti ngaku lepat atau mengakui kesalahan. Selain itu, menurut Fadly, simbolisasi lain dari ketupat adalah laku papat (empat laku) yang juga melambangkan empat sisi dari ketupat. Sunan Kalijaga membaurkan pengaruh Hindu pada nilai keislaman, sehingga menjadi akulturasi yang padu antara keduanya. Fadly tidak memungkiri bahwa ketupat bisa jadi berasal dari zaman Hindu-Buddha di Nusantara.

Menurut Slamet Mulyono dalam Kamus Pepak Basa Jawa, kata ketupat berasal dari kupat. Parafrase kupat adalah ngaku lepat: mengaku bersalah. Janur atau daun kelapa yang membungkus ketupat merupakan kependekan dari kata “jatining nur” yang bisa diartikan hati nurani. Secara filosofis beras yang dimasukan dalam anyaman ketupat menggambarkan nafsu duniawi. Dengan demikian bentuk ketupat melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani.

Bagi sebagian masyarakat Jawa, bentuk ketupat (persegi) diartikan dengan kiblat papat limo pancer. Papat dimaknai sebagai simbol empat penjuru mata angin utama: timur, barat, selatan, dan utara. Artinya, ke arah manapun manusia akan pergi ia tak boleh melupakan pacer (arah) kiblat atau arah kiblat (salat).

Rumitnya anyaman janur untuk membuat ketupat merupakan simbol dari kompleksitas masyarakat Jawa saat itu. Anyaman yang melekat satu sama lain merupakan anjuran bagi seseorang untuk melekatkan tali silaturahmi tanpa melihat perbedaan kelas sosial. Tapi ceritanya jadi lain ketika terjadi krisis di saat lebaran; jurang sosial pun jadi jelas. Misalnya seperti dikisahkan Rosihan Anwar.

Pada zaman pra-Islam, bahan makanan nyiur dan beras dijadikan sebagai sumber daya alam yang dimanfaatkan sebagai makanan oleh masyarakat zaman itu. Selain itu, masyarakat di Bali hingga saat ini menggunakan tipat atau ketupat dalam ritual ibadah. Namun, ketupat tidak hanya ditemukan di Indonesia. Ketupat bisa ditemukan juga di kawasan Asia Tenggara, khususnya negara yang penduduknya ada dari Suku Melayu. Di negara tersebut, mereka juga menjadikan ketupat sebagai salah satu sajian hari raya Idul Fitri.(daf)

TAGGED:
Share this Article
Leave a comment