Saat ini korban sudah dilakukan pemeriksaan Visum et Repertum oleh dokter pada RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta guna melengkapi berkas penyidikan Polres Jakarta Selatan dan korban didampingi layanan psikologis dari Satwil Jaksel UPT P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) DKI Jakarta. Apabila perbuatan kejahatan pencabulan pelaku K terbukti, maka pelaku diduga dapat dijerat pasal berlapis, yaitu melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, atau memaksa, atau melakukan tipu muslihat, atau serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Pelaku diduga dapat dijerat pasal berlapis, Pasal 76E UU 35/2014 jo Pasal 82 ayat 1, 5, UU 17/2016 dengan ancaman hukuman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 5 milyar. Pelaku juga diberikan pidana tambahan berupa Pengumuman Identitas Pelaku (Pasal 82 ayat 5).
Tim SAPA KemenPPPA telah berkoordinasi dengan UPT P2TP2A DKI Jakarta untuk memastikan korban dan keluarganya mendapat pendampingan atau intervensi psikologis berdasarkan hasil asesmen lanjutan sesuai kebutuhan spesifik korban anak.
Database laporan pada Sistem lnformasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menunjukkan adanya tren peningkatan yang cukup besar dalam pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sejak 2019, yaitu dari 8.854 menjadi 10.247 kasus, sementara pada 2021 dari 11.057 menjadi 14.517 kasus. Fakta lainnya yang terungkap dari pelaporan Simfoni PPA adalah satu pelaku dapat melakukan kekerasan kepada lebih dari satu korban. Pelaku kekerasan kebanyakan merupakan orang terdekat korban, bahkan tempat kejadian paling banyak terlaporkan antara lain di lingkungan dimana korban bertempat tinggal.